Negeri di Atas Awan, Lolai Toraja

06:29
Kringkkringg kringking. Denting suara alarm menyeka kegiatan sore ini. Sudah pukul lima sore. Mengingat sebentar malam ada acara duduk sambil melintasi beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan. Kegiatan sore ini dikantor harus dihentikan. Walau ini adalah hari sabtu, pekerjaan yang tidak bisa dibendung banyaknya memaksa kami harus menyelesaikannya di hari libur. Apalagi salah seorang teman sedang cuti, dan pekerjaannya dilimpahkan sepenuhnya.

Sembari mengingatkan kembali posisi teman yang fix berangkat, kami berkomunikasi via line dan BBM. Menyiapkan perlengkapan untuk hangout selama dua hari. Tujuan kami kali ini adalah Lolai (negeri di atas awan) Toraja. Salah satu Kabupaten andalan Sulawesi Selatan dengan objek wisata budaya, alam, dan sejarahnya yang tidak tertandingin oleh kabupaten lainnya. Ke Toraja, Setelah sebelumnya keinginan untuk ketempat ini tertunda karena teman kerja, pemuda asal Medan dan Palu harus kembali ke tempat asalnya.

Pukul 20.00 wita kami berangkat dari kota Maros menyusuri aspal dingin yang baru saja kering diterpa hujan sore tadi. Alam sebagai joki andalan, mengendarai kuda dengan mulus. Tiba di kabupaten pertama setelah melewati Butta Salewangan, bergabung seorang pemuda lokal pangkep dalam perjalanan yang menakjubkan kali ini. Nawir, Halim dan Rustan.

Seperdua malam yaitu pukul 00.30 kami tiba di kabupaten Enrekang. Tepat di hadapan gunung nona yang menatap kami menantang. Tapi segera kami tepis dengan semangkuk mie instan rebus ditambah telur sebagai menu andalan anak muda kere. Warung – warung disini sengaja dibuat dengan tekstur bangunan yang tinggi. Dan dibagian belakang dibuat terbuka agar membuat pengunjung tertarik dengan suasananya. Walaupun sudah tengah malam, samar -samar terlihat bentuk gunung nona di kejauhan. Mungkin akan lebih menarik berada di warung ini pada siang hari. Apalagi dengan hembusan angin sepoi yang memanjakan.

Setelah rehat sejenak. Pukul 01.00 Kami melanjutkan perjalanan dengan oleh oleh teng teng berbentuk balok yang ditawarkan oleh masyarakat lokal, katanya berkhasiat menghilangkan dingin bagi pemuda (sudah kayak selimut). Sekitar pukul 03.00 dinihari kami sampai di pusat kota Makale. Icon kotanya adalah sebuah kolam besar yang ditengahnya terdapat patung pemuda berdiri. Di dalam kolam terbias warna lampu yang wana warni dari hotel dan kantor pemerintah yang ada disekelilingnya. Di tempat ini terlihat rombongan pemuda yang awalnya kami pikir adalah penduduk lokal. Ternyata mereka adalah pengunjung dari Makassar yang juga akan menuju ke lolai (negeri di atas awan).

Kebetulan ini adalah kunjungan pertama kami berlima, dan kami belum tahu jalur menuju Lolai Toraja.  Kami mengikuti rombongan pemuda tadi. Di persimpangan kota Rantepao setelah melewati patung kerbau belang ada sebuah gereja yang disampingnya berjejer rumah tongkonan yang kelihatannya masih baru. Berbelok ke sebelah kiri dan mengikuti petunjuk dari rombongan tadi. Dengan mengendarai motor mereka dengan gesit melintasi jalur mendaki menuju lolai. Dengan jalan yang berliku menanjak, ini sedikit menjadi tantangan buat Alam. Tapi itu mampu dilewati dengan seksama.

Pada tahap awal, ada sebuah lokasi yang dijadikan  basecamp oleh pengunjung yang mungkin juga dari Makassar. Tapi disini tidak terlalu ramai. Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Setelah beberpa kilometer dari lokasi tadi, antrian kendaraan sudah mulai nampak. Walaupun dinihari menjelang subuh begini masih banyak kendaraan yang mengatur posisi parkir. Kabarnya banyak dari mereka yang memang memanfaatkan waktu dinihari menjelang subuh begini untuk menunggu pagi dan tidak ingin menginap di puncak lokasi tongkonan lempe.

Akhirnya kami sampai pada pukul 03.40. Sebelum memasuki lokasi ada sebuah pos yang dijadikan tempat pembelian karcis. Dan biaya karcis masuk Lolai tergolong murah, yaitu Rp. 10.000 per orang. Dan untuk biaya penjagaan (parkir) kendaraan adalah Rp. 10.000. Mencari lokasi di antara tenda tenda yang telah dibangun (disewakan). Akhirnya dapat lokasi disamping kiri tongkonan lempe. Di puncak ini terdapat lima Tongkonan yang kabarnya dari keturunan keluarga Lempe.  Makanya tongkonan pada puncak ini disebut “tongkonan Lempe”. Di dalam tongkonan terdapat pengunjung yang beristirahat. Entah berapa sewa satu malam di tongkonan ini. Tapi untuk tenda ditaksir sekitar Rp. 130.000 – Rp. 150.000 per tenda sudah lengkap dengan kasurnya. 

Tempat sholat di Toraja

Selama perjalan di Toraja, belum pernah nampak sosok masjid. Mungkin belum berjodoh menemui masjid di kabupaten yang mayoritas non muslim ini. Tapi pada Tongkonan Lempe sisi kanan ada pemandangan menarik. Tongkonan ini digunakan sebagai tempat sholat dan ini lokasinya di Lolai. Meskipun tak ada mushollah seperti di tempat wisata pada umumnya, di tempat ini tersedia tikar dan beberapa helai sajadah. Subuh hari secara bergantian pengunjung yang beragama islam memanfaatkan tempat ini untuk menunaikan keajaiban, mensyukuri nikmat dan keindahan pandangan yang diberikan oleh sang penciptanya. Dibelakang tongkonan ini juga terdapat tempat wudhu dan wc umum gratis.

Detik munculnya awan

Pada pukul 05.00 ramainya pengunjung sudah terlihat, mengambil posisi menanti terbitnya matahari (sunrise) di ufuk timur gunung toraja. Setelah cahaya sudah mulai menerpa bumi gerombolan awan mungil datang menampakan wajah manisnya. Mirip ikan koi yang muncul di antara ikan jabir dari sebuah kolam ikan. Subhanallah ! indah dan damai sekali suasana pagi itu. Sungguh besar mahakarya dan maha kuasanya Allah. Hamparan awan yang menyelimuti seluruh wilayah pemukiman di Toraja. Hanya terlihat puncak gunung berwarna biru gelap di timur sana. Rasanya benar benar seperti sedang berada di negeri di atas awan. Mungkin hampir mirip di film perjalanan mencari kitab suci, saat kera sakti saat sedang berada di negeri dewanya.

Pengunjung dengan senjata andalan modernnya mengambil pose respect jika sedang berada di depan kamera. Ada yang memakai tongsis, drone, gopro, DSLR, dan kamera handphone.  Mengabadikan moment berharga di minggu 11 Desember 2016 ini. Kami tak mau ketinggalan, dengan memanfaatkan kotak digital seadanya. Jepretan demi jepretan mulai terdengar. Aktor dengan berbagai gaya sudah mulai beraksi.  

Mungkin pertanyaan yang sering mengganggu calon pengunjung negeri di atas awan Lolai Toraja adalah kemunculan awan yang masih belum bisa diprediksi. Tapi hari itu keberuntungan berpihak, walaupun pada saat berangkat dari Maros masih hujan. Setelah di puncak lolai ini cuaca sangat mendukung. Tips, biasanya akan ada cerah setelah hujan, dan awan akan senang jika menghiasi langit yang pernah basah.  Dan kemunculan awan yang cukup lama yaitu pada pukul 05.00 – kami pulang yaitu pukul 09.00. 



Wisata Tongkonan di Kete' Kesu
Sebelum kembali ke Palopo kami menyempatkan diri mampir untuk wisata budaya dan sejarah di Kete' kesu. Salah satu objek wisata yang tersedia disini. Saat masuk ke gerbang utama, berjejer tongkonan yang beberapa diantaranya di bagian atap sudah ditumbuhi tumbuhan. Salah satu tongkonan yang berukuran besar ternyata adalah sebuah museum. Di dalamnya terdapat benda benda pusaka, koin yang digunakan sebagai alat pertukaran, perlengkapan dapur bahkan sampai pakaian orang dulu toraja terdapat di tempat ini.

Menelusuk ke bagian belakang, terdapat lokasi penguburan mayat. Tapi disini mayat mayat yang sudah lama, karena banyak yang terlihat tinggal tengkorak dan peti yang sudah lapuk.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Like this ya