Nenek Patih dan Pesona Bukit Maddo Barru

16:27 0


Hujan masih lembab membasahi subuh ini. Suasana pagi masih redup bersama sayup sayup lantunan adzan yang baru saja terdengar.



Setelah proses ngojek selesai, sobat sobat fillah yang telah dikabari semalam sebelumnya sudah siap untuk menarik putaran gas di lengan motornya.  Sudar dkk yang lain star dari masjid Almarkas Makassar, Bill dan Herman dari Villa mutiara, Akbar dari Bosowa. Nawir, Mikha dll menunggu di Pangkep. Untuk menyatukan beberapa lokasi yang jaraknya bisa membentuk rasi bintang apabila dilihat dari Google Map, butuh kesabaran hingga akhirnya terkumpul di Maros pukul 11.30 wita.



Perjalanan pun dimulai dengan arus Maros – pangkep yang cukup lancar, hingga akhirnya tiba di meet point “taman musafir Pangkep” istirahat sejenak mengingat sudah masuk waktu dzuhur.



Tujuan awal hari ini adalah ke Ma’rang kab. Pangkep, sekedar jumpa dengan nenek patih, yang tinggal sendiri. Sudah tua dan tinggal sendiri, astagfirullah. Dia bercerita tentang masa mudanya, bagaimana ia bisa ke Malang-Surabaya, menikah dengan pemuda Pinrang, pandangan pertama di Pelabuhan Makassar dan banyak kisah menarik yang ia ceritakan dengan bahasa campuran bugis-indonesia, tapi lebih sering memakai bahasa bugis.

Suasana kampung yang menjadi penghasil jeruk terbesar di Kabupaten Pangkep ini terasa bersahabat, karena sobat sobat fillah antusias mendengar cerita dari pejalan senior ini.



Nenek Patih - Pejalan Senior
Setelah puas menikmati (dengan pandangan) buah jeruk yang ada di depan rumah setiap warga disini, muncul sebuah saran yang melenceng dari tujuan sebelumnya yang mengajak ke leang surukang. “Bukit ma’ddo”, adalah tujuan selanjutnya, sebuah gambar di instagram yang memikat hati untuk dikunjungi. Sebenarnya sudah masuk ke daftar kunjungan bulan lalu setelah mengunjungi air terjun tomagelli, tapi batal karena waktu tidak merestui.



Kembali kami melajukan sepeda motor ke arah utara pulau sulawesi. Masuk di kabupaten Barru dengan panorama laut disebelah kiri membuat perasaan terasa tersungut. Bukit Ma’ddo terletak di dusun Maddo Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Jalurnya apabila berjalan dari arah Makassar, sebelum jembatan kembar-Bottoe terdapat masjid Mujahidin-Bottoe berwarna hijau yang cukup besar. Di depan masjid terdapat belokan ke kanan, kembali mengarahkan motor ke selatan, dan apabila anda menemukan lorong pertama kekiri setelah belok tadi, silahkan masuki lorong tersebut. Kami coba bertanya kepada warga pemilik bengkel yang ada di pertigaan jalan, tentang keberadaan bukit yang kami sebut dengan bukit ma’ddo ini. Tapi warga lebih mengenalnya dengan bukit teletubies. Setelah dapat petunjuk bahwa jarak sekitar kurang lebih 4 km dari bibir jalan poros melewati jalanan beraspal dan di penghujung jalan sebelum lokasi dasar bukit kondisi menanjak dan sesekali berlubang akan menjadi tantangan.



Motor diparkir didasar bukit, dan kembali melanjutkan langkah dengan semangat. Untuk mendapatkan view yang menarik dibutuhkan kesabaran dan tenaga untuk mencapai pertengahan bukit. Nah, dari posisi tengah ini, background sungai yang berbentuk S mengecil yang menjadi pengikat hati pengunjung, bisa didapatkan. Setelah puas jeprat jepret, kami berlima (saya, Akbar, Bill, Nawir dan Herman) melanjutkan perjalanan ke puncak bukit. Para ukhti (Sudar, Evhy, Rheni + Idar (bukan ukhti)) yang sedang berpuasa sudah tidak sanggup lagi untuk mencapai puncak, akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat saja di bawah pohon teduh (bukan pohon jomblo). Bagi yang tidak berpuasa dan mengkonsumsi cemilan atau minuman dan menghabiskannya disini, harap untuk tidak membuang sampahnya sembarangan. Karena untuk ketempat ini tidak dipungut biaya, dan tidak ada tukang kebersihan, penikmat alam tidak akan berani mengotorinya dengan sampah.

Atas (Nawir- Syukur-Akbar-Herman-Bill-Idar), Bawah (Rheni -Sudar - Evi)


Langkah yang tertatih, akhirnya bisa dikumpulkan hingga puncak, Subhanallah amazing view lebih dinikmati disini. Suasana timur dengan sungai, hutan dan jejeran pegunungan menjadi rangkaian gambar yang indah. Menilik ke arah barat tidak kalah kerennya. Suasana kota Barru dengan rumah rumah warga yang berjejer laksana itik yang berjalan di pematang sawah melengkapi pemandangan laut yang membentuk garis horisontal di penghujung pandangan. Matahari yang berada setinggi kurang lebih tiga puluh derajat lagi membuat kilauan cahaya dari arah laut, menerpa mata dan untuk memandangnnya dibutuhkan tangan yang menempel di atas mata (laksana seorang pelaut yang mencari daratan). Rasanya ingin berlama lama dan bangun camp disini. Tapi libur hanya sehari.




Setelah puas berfoto ria, rombongan anak muda yang mencari ketenangan di alam ini memutuskan untuk pulang, karena sore telah menyambut dengan sekias senyum.



Ceritanya lagi di rel - Bill - Nawir - Syukur - Herman - Akbar
Di perjalanan ke poros kami melewati rel kereta api, Maklumlah di sulawesi ini rel pertama yang dibuat, tak ada salahnya berfoto di atas rel ini. dan lihatlah aksi anak muda yang sebenarnya sudah sering melihat rel dijawa (Bill) hehe. Dia lebih antusias. Selang berapa menit menikmati pemotretan ala cover boy disini kembali kami lajukan motor ke arah selatan, melewati penjual dange di Segeri dan Jeruk di Ma’rrang. Tak lupa mereka membungkus sebagai oleh oleh atas perjalanan singkat hari ini.



Terima Kasih !!!


25 Mei 2017

Perjalanan ke Puncak Makaroewa Camba Maros

15:53 0

Hari ini, Kamis 12 Mei 2017. Bertepatan dengan tanggal merah yang selalu dinanti nantikan oleh para pekerja dan anak sekolahan. Suasana hari tampak bersahabat, sehangat perjanjian yang telah disepakati seminggu yang lalu.

Tujuan utama perjalanan ini adalah Puncak Makkaroewa atau puncak telkom yang terletak di Dusun Nahung, Desa Labuaja Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Tempat ini baru baru saja jadi trend anak muda kekinian, disamping suasana alamnya yang begitu indah, letaknya juga yang berada di puncak memberikan kesan seperti halnya mendaki ke puncak gunung.



Meet point kali ini di rumah Haerul (Manuruki – Poros Bt. Murung km 7), sembari menunggu teman yang berangkat dari Kab. Pangkep kami mengecek kendaraan apakah layak pakai atau tidak. Dari aksi cek per cek, ada satu motor yang di nyatakan tidak bisa digunakan. Hal ini disinyalir karena sudah beberapa tahun akinya belum diganti dan harus melewati masa rehabilitasi di bengkel terdekat. Sekian laporan dari kami.



Lanjut, Siang itu fix berangkat pada pukul 10.00 wita, molor dari perkiraan awal yaitu pukul sembilan. Tapi tidak masalah, jam karet sudah sering kami temui.  Kurang dari sejam perjalanan, melewati liku jalanan menanjak dan sesekali tikungan delapan, tak terasa akhirnya sampai juga. Di Kecamatan Cenrana, bukan hanya puncak Makkaroewa yang menjadi tujuan utama kami, tapi disana, dirumah Mayang sari ia telah menyediakan beberapa makanan lezat yang mengisi perut perut lapar kami. Rumah mayang yang satu jalur ke wisata tanah tengah membuat kami menambah jadwal kunjungan hari ini. Melalu grup whatsapp Mereka saling share tempat tempat yang hendak dikunjungi. Dan akhirnya yang fix hanya air terjun Maddenge dan puncak makkaroewa saja, itu karena keterbatasan waktu sehari yang kami gunakan.



Trip baru kami mulai ba’dda duhur. Setelah puas mengisi bahan bakar untuk energi tubuh, kami yang sejumlah enam belas orang kurang separuh dari teman kelas di  keuangan dua,  melaju dengan kecepatan santai. Tujuan awalnya di Air terjun Maddenge’/Bantimurunge. Sebelumnya sudah pernah berkunjung kesini sekitar setahun yang lalu, tapi karena ada beberapa teman yang belum pernah, akhirnya ke sini lagi. Ternyata jalurnya sudah diperbaiki dan lebih memanjakan pengunjung. Untuk sampai ke puncak air terjun yang lebih mirip tebing ini tidak perlu menghabiskan waktu banyak lagi, mungkin sekitar lima belas menit.                             
Air Terjun Maddenge / Bantimurunge
                                                 



Setelah puas mengambil beberapa gambar dan menikmati hembusan rintik air terjun kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke tujuan utama. Cukup dekat karena tak sampai menyebrang kecamatan. Dari sisi jalan, dari arah Bone jalur masuk puncak makkaroewa ini ditandai dengan palang besio disisi kanan jalan. Apabila berangkat dari arah Maros, tidak jauh dari kantor desa Labuaja anda akan menemui jalur ini. Kalau bingung, silahkan saja bertanya ke warga setempat, katakan saja hendak ke puncak telkom.



Perjalanan ke puncak, dengan trek mendaki terus sampai ujung. Asli. Jadi, usahakan motor anda dalam keadaan sehat wal’afiat. Udara sudah terasa dingin ketika mendekati puncak. Di tempat parkir, akan ada panitia atau pengelola yang umumnya anak muda yang berkomunikasi dengan pengujung. Tidak dipasang tarif berapa biaya masuknya, hanya dari keikhlasan pengunjung saja.



Semilir angin yang sejuk merasuk tapi tak sampai ketulang, saya kurang paham bagaimana tulang saya mampu merasakan angin. Tapi yang saya rasakan di puncak ini benar benar sejuk. Bahkan siang ini sekitar pukul 15.00 wita disaat matahari masih cerah udara sangat bersahabat. Rindangnya pohon pinus dan indahnya pemandangan kota  camba dari puncak ini memberikan ketenangan jiwa. Beberapa pengunjung asik berselfie ria, ada yang membaca, ada yang ngecamp, aa yang mengobrol, dan masih banyak lagi aktivitas yang dilakukan disini. Kebetulan pada hari itu, ada pameran buku jadi cocoklah menikmati alam sambil bercengkarama dengan buku. Ukhi’, teman SMK,  salah seorang dari pengelola yang tergabung dalam anggota form pemuda Labuaja mengaku senang bisa menjadikan tempat ini jadi wisata baru dikalangan anak muda. Terbukti pengunjung yang terus bertambah, karena pengelola yang kreatif, mengadakan basar dan konser musik hutan di tempat ini.



Ada banyak lokasi untuk mengambil gambar, Silahkan saja datang dan nikmati sendiri.

 
Teman trip

Tak sempat menunggu senja di tempat ini karena hari kian menenggelamkan kenangan. Membawa cerita cerita indah yang sengaja dirangkai oleh kaki, tangan dan hati manusia. Semoga manusia senantiasa bersyukur atas nikm


at yang diberikan Allah swt.

Like this ya