Pesona Gunung Bawakaraeng di Ketinggian 2830 MDPL

02:23 0


H-1, Besok sudah berangkat. Beberapa persiapan harus dirampungkan malam ini. Sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi Asrul dan Wawan sebagai leader dan co-leader yang mengurus semuanya. Kami berangkat dari Bontolabbu Bantimurung pada pukul 08.00  wita, bergerak melajukan motor ke arah selatan Maros kemudian masuk ke wilayah Malino.

Karena sudah pernah ke tempat / jalan yang sama sebelumnya, saya tidak usah jelaskan, baca saja disini (Trip ke hutan pinus lembbanna) :D. 


Kami tiba di rumah warga sekitar pukul 10.30 karena perjalanan yang cukup santai, sembari menunggu Fandi, si guru yang harus menunaikan kewajibannya untuk mengajar. Kebetulan hari itu hari jum’at, kami menunaikan sholat jum’at di kampung Lembanna yang air nya seperti air lembah. Sangat dingin, walaupun siang itu sangat cerah. Sebelum nanjak, tak lupa Wawan si bendahara membeli bakso yang sengaja tidak diberi air untuk dikonsumsi dengan bumbu pecel nanti malam. 



Pukul 16.00 kurang lebih, ba’dda ashar perjalanan baru dimulai. Setelah memastikan posisi kendaraan dalam keadaan aman, kami tinggalkan rumah yang dijadikan base camp alias tempat penitipan motor dan helm. Melewati kampung lembanna yang umumnya warga disini bekerja sebagai petani sayur membuat perjalanan sehat ini terasa begitu sehat. Semoga saja sehat sampai ke atas dan sehat pulang kembali. 


Titik nol berada di hutan pinus lembanna. Kami berdoa disana, berdoa yang baik baik saja tentunya. Kami tidak saling mendoakan yang buruk antara satu dengan yang lain karena kami tidak saling bersaing memperebutkan hati seseorang, kami hanya ingin menaklukkan puncak Bawakaraeng. Puncak tertinggi kedua di sulawesi selatan. Berangggotakan tujuh orang, kami satu tim sekarang, dan kami wajib saling menjaga satu sama lain. Apapun yang terjadi satu lelah, harus lelah semua, satu makan, makan semua, satu tidur, tidur semua, bercerai kita runtuh eh salah, Bercerai kita akan kawin lagi. kwkwkw.


Pos nol ke pos satu dilalui dengan santai karena masih ada sisa tenaga dari warung bakso tadi. Meskipun sudah dibanjiri keringat itu sangat lumrah bagi pendaki amatiran seperti kami. Eh, kecuali Accul, Fandi dan Wawan, mereka mungkin sudah menyabet gelar pendaki menghampiri handal karena mereka didikan sispala buterfly waktu SMA dulu. Tapi yah, pendaki handal adalah manusia juga pastilah ada lapar dan haus yang menjadi kawan dalam perjalanan. 


Dari pos nol ke pos satu ini kami masih dapat jaringan internet. Meskipun samar samar dan terkesan dipaksakan karena kami sepertinya harus update status “otw gunung,.. bla bla bla” atau kata kata alay semacam itu yang pasti cukup memberi kabar masyarakat dunia maya bahwa kami ke gunung dan kami akan bahagia, udah itu saja. 
 

Cukup panjang dan trek yang dilalui cukup landai karena masih tahap awal, akhirnya ditemukan pohon yang diatasnya tertempel papan hitam berukuran kecil sekitar dua puluh kali sepuluh centimeter yang bertuliskan “pos satu”. Tulisan semacam ini akan menjadi tujuan kebahagiaan kami sebanyak sepuluh pos kedepan. Di pos satu, terdapat dua jalur, kalau ke kiri maka itu adalah jalur ke Pos dua Gunung Bawakaraeng, kalau ke kanan itu adalah jalur ke lembah Ramma. 
Pos satu ditandai dengan pohon ini


Pos satu menuju dua perjalanan lebih singkat dari sebelumnya, yah, namanya gunung kami hanya melihat pohon, tanah, batu, langit dan sesekali bentangan kayu yang tumbang menantang kami untuk terus berjalan. Di pos dua ditandai dengan adanya aliran air yang biasa digunakan hewan hewan disini untuk minum. Sapi sapi yang berkeliaran disini cukup gemuk, mungkin karena makanannya sehat sehat dan jauh dari bahan kimia. 


Pos dua ke pos tiga juga relatif singkat karena sore yang membuat udara sejuk  semakin dingin. Di pos tiga ini, saran dari fandi sebaiknya tidak usah istirahat kalau memang masih kuat. Konon katanya ada cerita mistis disana. Kami mengikuti saja sarannya karena kami memang masih kuat. Bukan pura pura kuat. Hutan lumut sudah mulai menyambut disini, beberapa batang pohon terlihat sangat putih seputih salju, katanya pohon itu sudah ganti kulit, kayak ular. Entah itu benar atau tidak untuk amannya saya percaya saja. 



Kondisi semakin gelap, sampai di pos empat ditandai dengan adanya kuburan yang konon katanya itu adalah kuburan pendaki tempo dulu. Setiap pejalan yang melewati pos empat ini singgah untuk mengirimkan doa (Islam;Al-fatiha) untuk penghuni kuburnya, semoga arwahnya tenang di alam sana.  Para pejalan sudah terbiasa dengan letak kuburan yang pas di bentangan pos empat, jadi tidak begitu horor. 


akibat telah terbakar
Dari pos empat ke pos lima kondisi sudah benar benar gelap, kami mengupayakan pencahayaan dari head lamp, power bank, ataupun dari senter hape masing masing. Agar kami bisa berjalan sesuai arah yang benar, Fandi tetap menjadi garda terdepan dan Asrul sebagai garda terbelakang (maksudnya yang paling belakang;penutup). Kondisi yang gelap gulita dan dingin yang sudah mulai menyeruak merasuk ke tulang tulang pemuda kelaparan ini, langkah yang terus dipacu karena kami harus sampai ke pos lima. Pos ini biasanya digunakan para pendaki untuk camp  sembari memulihkan tenaga. Kurang lebih pukul delapan malam, kami tiba di pos lima, berbagi tugas, ada yang memasang tenda, ada yang menyiapkan makanan, dan ada yang mengambil air dari di jarak yang cukup menguras tenaga. Setelah tenda terpasang, tak lupa sholat yang menjadi kewajiban setiap muslim harus kami tegakkan. Bukan hanya kebenaran dan keadilan yang harus ditegakkan. 

Lapar dan dingin yang menggerogoti membuat kami harus makan untuk energi yang bertahan. Wawan yang koki andalan memasak menu kesayangannya, bumbu pecel dicampur bakso yang dibeli tadi sore. Kami melahapnya dengan sangat girang, seperti anak ayam yang sangat kelaparan dan bersorak gembira ketika melihat makanan. 


Setelah makan, ngopi sebagai menu sunnah tak lupa kami kerjakan. Setelah itu, jangan lupa tidur. Jangan tidur terlalu larut karena mau dibilang jago begadang. Ini di gunung dan ketahanan fisik adalah hal yang utama kalau mau pulang dengan selamat. Otot yang dipacu sedari sore tadi harus diistirahatkan untuk melewati lima pos lagi besok. 


Malam yang indah, kurasakan lagi rasanya tidur diatas tanah yang dilapisi matras dibawah naungan kemah, beratapkan langit dipenuhi bintang. Dari pos lima terlihat di kejauhan kota Makassar kilauan cahaya lampu penemuan Thomas Alfa Edison yang menjadi sejarah dan memberi terang rumah warga kala malam tiba. Tapi dari sini kurasakan kilauan cahaya dari sang pencipta manusia, sang pencipta penemu penemu hebat yang memberi cahaya dan penerang kehidupan bagi seluruh ummat manusia, ialah Allah Swt.



Sabtu malam dilewati dengan mimpi mimpi indah yang diceritakan kala pagi menghampiri. Bersama segelas energen dan hewan "guk guk" yang menggeliat hebat di sekitaran tenda kami. Pagi yang teduh, setelah makan kami kembali membereskan tenda dan perlengkapan lainnya untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Tak lupa jeprat jepret ria mengisi aktivitas pagi itu. 

Like this ya